Diyah Hesti K., Adi Musharianto, Roosita Meilani D., Mukhaer Pakkana, Devi Utami
CHED- ITB AHMAD DAHLAN JAKARTA
diyahhestik@gmail.com
Latar Belakang
Cukai Hasil Tembakau yang berfungsi sebagai pengendali konsumsi hasil tembakau tidak akan optimal jika ternyata perusahaan rokok diperbolehkan menjual Harga Transaksi Pasar (HTP) di bawah 85% dari Harga Jual Eceran (HJE) atau harga banderol. Pengawasan penjualan rokok di bawah Harga Jual Eceran (HJE) 85% ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Bea Cukai Nomor 16 Tahun 2020 di Lampiran XII.
Metode
Pengamatan HJE dan HTP dilakukan dengan survei harga rokok di wilayah Jabodetabek dengan nonprobalititas sampling. Sampel yang diambil adalah 3156 bungkus rokok di 14 wilayah kota/kabupaten. Titik penjualan ditentukan berdasarkan banyaknya ragam SPBU, minimarket, pasar tradisional, stasiun/terminal, toko grosir,warung pinggir jalan.
Hasil
Sigaret Kretek Mesin (SKM) mendominasi penjualan rokok sebanyak 71 % dari sampel bungkus rokok. Pelanggaran Harga Transaksi Pasar dibawah 85 % Harga Banderol HJE ditemukan sebanyak 21 % dari 3156 sampel bungkus rokok.
Ditemukannya pelanggaran HTP dibawah 85 % HJE diduga karena pelonggaran Perdirjen Bea Cukai Nomor 16 Tahun 2020 di Lampiran XII. Penindakan pada tiap merk rokok dilakukan setelah kejadian pelanggaran mencapai 50%.
Kesimpulan:
Rekomendasi kebijakan dari CHED ITB Ahmad Dahlan adalah mengubah Perdirjen Bea Cukai Nomor 16 Tahun 2020 di Lampiran XII. Penindakan pada tiap merk rokok jangan menunggu kejadian pelanggaran sampai 50% lebih.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.10/2021 tentang tarif cukai tembakau perlu direvisi terkait 85% harga banderol HJE menjadi 100 % HJE untuk harga minimum transaksi pasar HTP.
Kata Kunci:
harga rokok, penetapan cukai, HJE HTP