Regulasi Kawasan Tanpa Rokok sebagai Tools of Social Engineering: Peluang dan Tantangan dalam Penetapan dan Penegakan Regulasi Kawasan Tanpa Rokok Komprehensif di Indonesia

By on May 15, 2023. Posted in .

Afriansyah Tanjung
Prodi Hukum-Universitas Siber Muhammadiyah
tanjung.afriansyah@sibermu.ac.id

Latar Belakang

11 Tahun semenjak di tetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012) yang mewajibkan setiap pemerintah daerah di seluruh Indonesia untuk menetapkan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok (KTR), klasul tersebut merupakan norma delegative yang diberikan oleh undang-undang (PP 109/2012 juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) kepada pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Atlas Tembakau 2020 menunjukkan bahwa Peraturan KTR di tingkat provinsi (Perda Provinsi dan Peraturan Gubenur) masih terdapat 12 provinsi yang belum memiliki peraturan KTR (2020), bertamabah 3 provinsi baru per tahun 2022 maka total 15 provinsi di Indonesia yang belum memiliki regulasi KTR dan terdapat 67% dari 517 kabupaten/kota sudah memiliki peraturan KTR berupa Peraturan Daerah Kabupaten, Peraturan Walikota, Peraturan Bupati, SK Bupati, dan SE Bupati, sementara 33% lainnya belum memiliki peraturan daerah, diluar kabupaten/kota pada Provinsi baru di Indonesia. kurangnya komitmen pada level pemerintahan daerah yang relevansinya dekat dengan masyarakat membuat meningkatnya jumlah perokok pemula (rokok konvensional) usia 10–18 Tahun secara signifikan menjadi 9,1% dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional pada angka 5,4% pada tahun 2019 dan 8,1% pada RPJMN 2024. Permasalahan ini juga berujung panjang sampai mengakar pada kehidupan bermasyaraklat bahwa proporsi konsumsi tembakau (hisap dan kunyah) pada penduduk usia 15 tahun keatas (2016-2018) juga mengalami kenaikan dari 32.8% (Sirkesnas 2016) menjadi 33.8% (Riskesdas 2018). Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Komoditas dan Daerah Tempat Tinggal (rupiah), 2020 dan 2021 menurut hasil laporan Badan Pusat Statistika Republik Indonesia Tahun 2020, menunjukkan rata-rata perkapita pembelanjaan rokok/cigarette (2020) pada perkotaan dan desa (Rp.73.442) lebih besar dari padi-padian (Rp.66.789); seafood, ikan, udang, cumi dan kerang (Rp.46.570), daging (Rp.26.441), telur dan susu (Rp. 34.860), sayur-sayuran (Rp. 45.393), kacang-kacangan (Rp.11.654) dan buah-buahan (Rp.30.116) dan Tahun 2021 juga seprupa rata-rata perkapita pembelanjaan rokok/cigarette (2021) pada perkotaan dan desa (Rp.76.583) lebih besar dari padi-padian (Rp.69.786); seafood, ikan, udang, cumi dan kerang (Rp.51.514), daging (Rp.29.539), telur dan susu (Rp. 35.241), sayur-sayuran (Rp. 53.864), kacang-kacangan (Rp.13.075) dan buah-buahan (Rp.26.240) secara total terdapat peningkatan konsumsi rokok tahun (2020) Rp.73.442 menjadi Rp. 76.583 (2021). merefleksikan data tersebut sebagai bukti apatisnya masyarakat dan stakeholder terkait di Indonesia mengalami kerugian sebagaimana yang tertuang dalam paparan Kementerian Badan Perebcanaan Pembangunan Nasional Tahun 2019 bahwa total Macroeconomic loss Negara Indonesia akibat konsumsi tembakau (rokok) pada tahun 2013, sebesar 378,75 Triliun Rupiah mencakup: Pengeluaran masyarakat untuk membeli tembakau sejumlah ±138Triliun Rupiah; Kehilangan tahun produktif karena kematian prematur, sakit dan disabilitas sejumlah ±235,4 Triliun Rupiah; Total biaya rawat jalan dan rawat inap karena penyakit yang disebabkan karena  konsumsi tembakau sejumlah ±5,35 Triliun Rupiah. Kerugian sejumlah 378,75 Triliun Rupiah lebih besar dibandingkan kontribusi dari cukai rokok untuk tahun yang sama (2013) sebesar 103,02 Triliun Rupiah, Tahun 2015 terjadi kenaikan signifikan kerugian ekonomi makro karena konsumsi produk tembakau (rokok) hingga mencapai angka Rp.691,61 triliun rupiah hampir dua kali lipat dari dua tahun sebelumnya.

Metode

Social-Legal Jurisprudence Methodology dipilih dalam penelitian ini guna menemukan kendala dan peluang dalam menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok yang komprehensif. Deskriptif-kualitatif dengan pendekatan statute and conceptual approach yang dipilih dalam penelitian ini.  Data sekunder dipilih sebagai data utama sementara data primer diletakan sebagai data pelengkap. data sekunder diperoleh melalui online library research pada Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia untuk mencari bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan) yang berkaitan dengan KTR, serta bahan hukum sekunder dilakukan pencaharian hasil penelitian atau publikasi lainnya yang relevan dengan KTR pada laman google scholar dengan menggunakan Boolean technique sebelum melakukan simple literature review. Data primer diperoleh melalui observasi dan public participation dalam penyusunan peraturan daerah pada beberapa kabupaten/dan kota di Indonesia, selanjutnya data sekunder dan primer yang diperoleh dianalis menggunakan Roscoe Pound theory (law as tool as Law as a tool of social engineering) dan Gustav Radbruch (Idee des Rechts/ cita-cita hukum) untuk di sajikan secara deskriftif dalam kesimpulan.

Hasil

Gustav Radbruch (Idee des Rechts/ cita-cita hukum) membagi dalam 3 kategori sebuah tujuan atau cita-cita hukum berkaitan dalam kawasan tanpa rokok yaitu: a) Kepastian Hukum, melalui Undang-Undang Dasar 1945, UU 36/2009 tentang Kesehatan dan PP 109/2012 menegaskan bahwa regulasi KTR di tingkat Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota di Indonesia sudah memberikan jaminan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan norma hukum serta kepatutan; b) Kemanfaatan, berdasarkan observasi dan peninjuan langsung kepada masing-masing Kabupaten/Kota yang menjadi sampel penelitian terdapat kontribusi positif secara normative terhadap peningkatan index kinerja pemerintah daerah dibuktikan dijadikannya Perda KTR sebagai capaian penerapan Kabupaten/Kota Layak Anak, Healthy  Tourism Program dan Implementasi Sertifikasi CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability) pada sektor kegiatan pariwisata, serta Perda KTR tersebut sebagai tools utama dan cara dalam melakukan komunikasi persuasif dalam sosialisasi dan penegakan Perda KTR di Kabupaten/Kota di Indonesia; dan Keadilan, secara distributive Perda KTR ditujukan kepada kelompok rentan (anak, perempuan, ibu hamil, elderly dan kelompok rentan lainnya) terhadap paparan asap rokok dan mencegah perubahan paradigma pemikiran normalisasi perilaku merokok (konvensional/e-cigarette) dan secara kumutatif Perda KTR memberikan jaminan kepastian hukum bagi semua, bahwa perokok aktif diberikan stimulus agar melakukan upaya berhenti merokok dengan adanya lokalisasi kawasan yang diperbolehkan merokok (terminasi kegiatan merokok), mencegah perokok menjadi dual-burden  (aktif merokok dan pasif-menghirup asap rokok) dengan mengatur dan meletakan tempat berhenti merokok diluar ruang dan memiliki sirkulasi udara langsung, serta melindungi masyarakat umum dari bahaya paparan asap rokok orang lain dan pencemaran risidu pembakaran rokok dalam ruangan. jangka panjang penerapan dan penegakan Perda KTR akan memberikancberkontribusi bagi pencegahan juvenile deliquesce dalam penyalahgunaan narkotika dan sebagainya. Kendala mengakar dalam penerapan dan penegakan Perda KTR, meliputi: Perda KTR di angap belum urgent untuk segera diterapkan, benturan kepentingan (smoking-behavior of stake-holder or share-holder), alokasi anggaran dan misconception dari makna pendampingan pembentukan regulasi global public health.

Kesimpulan:

Memberikan peta politik yang jelas mengenai posibilitas dan kendala/barrier pada beberapa kabupaten/kota di Indonesia dalam pembentukan dan pengakan KTR, menentapkan strategi advokasi dalam pendampingan pembentukan, penegakan, dan atau evaluasi keinerja dan kebijakan terhadap kawasan tanpa rokok di daerah, dan bridging hubungan kerja sama (muatual) pemerintah dengan lembaga riset/pendidikan tinggi (providing better evidence-based) dalam penyusunan dan penetapan kebijakan publik di Indonesia.

Kata Kunci:

Hukum Pembangunan, Kawasan Tanpa Rokok, Tujuan Hukum, Regulasi

Translate »