Latar Belakang

    Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) adalah konferensi nasional tahunan di bidang pengendalian tembakau, pertama kali diadakan pada tahun 2014 di Jakarta. Guna menjangkau publik yang lebih luas, ICTOH juga telah diadakan di beberapa kota lain seperti, Jogjakarta dan Surabaya. Tahun ini kembali akan diadakan secara hybrid di Magelang setelah dua periode sebelumnya dilakukan secara daring. The 8th ICTOH akan menghadirkan pembicara yang lebih beragam dan peserta yang lebih luas. Sebagai salah satu forum ilmiah di bidang pengendalian tembakau berskala nasional, ICTOH terinspirasi forum sejenis berskala international yaitu WCTOH (World Conference on Tobacco or Health). Di Indonesia ICTOH diselenggarakan oleh Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), sebuah organisasi yang fokus di bidang upaya pengendalian tembakau di Indonesia, serta didukung oleh Kementerian Kesehatan, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), World Health Organization (WHO), International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union), Campaign for Tobacco Free Kids (CTFK) dan Seluruh Jaringan Pengendalian Tembakau di Indonesia.

    Tema 8th ICTOH 2023 “We Need Food Not Tobacco” sejalan dengan tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023. Kondisi tren konsumsi rokok yang terus meningkat mempengaruhi lingkungan yang sehat dan merupakan ancaman pencapaian target RPJMN 2020-2024. Selain itu, tingginya jumlah perokok yang tidak diikuti dengan gencarnya upaya pengendalian akan berdampak pada kegagalan pencapaian target RPJMN 2020-2024 di bidang pengendalian tembakau. Terdapat tiga target kegiatan prioritas dalam pengendalian tembakau: peningkatan jumlah kabupaten/ kota yang menerapkan kawasan tanpa rokok, meningkatkan kab/ kota dengan ≥40% FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) layanan upaya berhenti merokok, serta meningkatkan pengawasan jumlah label dan iklan produk tembakau.

    Seperti kita ketahui, epidemi konsumsi rokok di Indonesia telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2018), menyatakan lebih dari sepertiga (33.8%) penduduk Indonesia adalah perokok. Remaja usia 10-18 tahun mengalami peningkatan prevalensi perokok sebesar 1,9%, dari 7,1% (2013) menjadi 9,1% (2018) dalam jangka waktu hanya 5 tahun saja. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India. Indonesia adalah publik terakhir indutri rokok menjalankan bisnisnya akibat lemahnya kebijakan perlindungan masyarakat dari dampak buruk rokok.

    Rokok merupakan faktor risiko utama Penyakit Tidak Menular (PTM). Kanker, penyakit jantung dan pembulu darah, serta penyakit paru obstruktif kronis sangat berkaitan dengan perilaku merokok (Atlas Tembakau, 2020). Kebiasaan merokok di Indonesia telah membunuh setidaknya 235.000 jiwa setiap tahunnya. Belum tuntas masalah rokok konvensional, kini muncul produk baru yaitu rokok elektronik dengan target sasaran yang sama, anak dan remaja. Produk ini semakin publik dalam waktu singat, terbukti dengan terjadinya peningkatan tajam prevalensi perokok elektronik usia 10-18 tahun sebesar 1,2% (Sirkesnas, 2016) menjadi 10,9% (Riskesdas, 2018). Data perokok elektronik juga mencapai 11,5% pada remaja usia 13-15 tahun (GYTS, 2019) . Hal ini tentu mengancam bonus demografi yang seharusnya sudah mulai terjadi dan dinikmati bangsa ini.

    Saat ini pemerintah juga sedang fokus dalam upaya pengentasan masalah stunting yang mencapai 30,8% (Riskesdas, 2018) dimana disebabkan oleh multifaktor salah satunya adalah perilaku merokok. Merokok memang tidak langsung berdampak ke stunting, namun perilaku merokok meningkatkan kemungkinan anak stunting khususnya di keluarga miskin, karena belanja rokok mengurangi jumlah dan kualitas makanan (nutrisi). Anak-anak dari orang tua perokok (perokok kronis) memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dan 0,34 cm jika dibandingkan anak-anak dari orang tua bukan perokok. Berdasarkan data PKJS UI (2019), anak yang memiliki orang tua perokok memiliki probabilita mengalami stunting 5.5% lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua bukan perokok (sudah dikontrol dengan variable genetik  dan faktor lingkungan). Permasalahan ini tentu sangat relevan dengan tema World Tobacco Day 2023, bahwa masyakat perlu makanan bergizi bukan zat adiksi.

    Translate »