KONTRUKSI PENGATURAN SANKSI TERHADAP WACANA KEBIJAKAN LARANGAN PENJUALAN ROKOK BATANGAN OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Sonia Ivana Barus, S.H., M.H, Muhammad Hanif, S.H
Doses Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Pegawai Loka POM Rejang Lebong, Bengkulu
soniaivana@unib.ac.id, muhammad.hanif@pom.go.id
Jl. WR. Supratman, Kandang Limun, Kec. Muara Bangka Hulu, Kota Bengkulu, Bengkulu 38119, Jl. Basuki Rahmat No. 20, Dwi Tunggal Curup, Bengkulu, 39119
ABSTRAK
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa, rata-rata pengeluaran perkapita masyarakat untuk rokok berada diposisi nomor satu. Bahkan, pengeluaran masyarakat untuk rokok, bisa menyalip pengeluaran terhadap kebutuhan pangan seperti beras. Berangkat dari hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) mengeluarkan wacana untuk melarang penjualan rokok secara eceran. BPOM menilai, dilarangnya penjualan rokok ketengan atau batangan, bisa menekan jumlah konsumen rokok di Indonesia khususnya bagi kaum menengah kebawah. Meskipun upaya ini mendapat respon positif sebagai upaya pengendalian peredaran rokok, namun aturan ini diprediksi menjadi “macan ompong” dalam menjawab keseriusan terhdap pengendalian peredaran rokok di pasaran. Jika berkaca pada bentuk kelembagaan BPOM, produk hukum yang akan digunakan untuk mewujudkan larangan penjualan rokok batangan ini adalah Peraturan BPOM. Secara teoritis Peraturan BPOM tidak dapat memuat sanksi pidana. Ini membuat penegakan sanksi terhadap pelanggar aturan menjadi kurang efektif karena menegasikan efek jera yang ditimbulkan oleh sanksi pidana. Kemungkinan pengaturan sanksi terhadap wacana kebijakan larangan penjualan rokok batangan hanya sebatas sanksi administrasi. Penegakan sanksi administrasipun menemui kendala lain dimana BPOM akan sulit untuk langsung menjatuhkan sanksi administrasi mengingat kewenangan terhadap izin sarana dagang tidak dikeluarkan oleh BPOM. Akhirnya, BPOM hanya akan mengeluarkan rekomendasi alih-alih menjatuhkan sanksi administrasi. Adapun permasalahan dalam penelitian ini yakni pertama bagaimana kelembagaan dan peran BPOM terhadap larangan penjualan rokok batangan dan kedua bagaimana kontrusi pengaturan sanksi terhadap wacana kebijakan larangan penjualan rokok batangan. Jika pemerintah benar-benar berniat untuk mengendalikan peredaran rokok, pengaturan tersebut seharusnya diatur dengan produk hukum setingkat Undang-Undang atau dengan memberdayakan Pemerintah Daerah (Pemda). Diharapkan Pemda bekerjasama dengan BPOM dalam mekanisme penjatuhan sanksi terhadap larangan penjualan rokok batangan.
Kata Kunci : Sanksi, Penjualan Rokok, BPOM
CONSTRUCTION OF SANCTION REGULATION ON DISCUSSION OF POLICY PROHIBITION OF THE SALE OF CIGARETTE BAR BY DRUG AND FOOD CONTROL AGENCY
Sonia Ivana Barus, S.H., M.H, Muhammad Hanif, S.H
Doses Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Pegawai Loka POM Rejang Lebong, Bengkulu
soniaivana@unib.ac.id, muhammad.hanif@pom.go.id
Jl. WR. Supratman, Kandang Limun, Kec. Muara Bangka Hulu, Kota Bengkulu, Bengkulu 38119, Jl. Basuki Rahmat No. 20, Dwi Tunggal Curup, Bengkulu, 39119
ABSTRACT
Data from the Central Statistics Agency (BPS) in 2021 shows that the average person's per capita expenditure on cigarettes is in the number one position. Even more, public spending on cigarettes can overtake spending on food needs such as rice. Departing from this, the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) plans to issue a ban on the retail sale of cigarettes. BPOM assesses that the prohibition of retail sale of cigarettes can reduce the number of cigarette consumers in Indonesia, especially for the lower middle class. Although this effort received a positive response as an effort to control the circulation of cigarettes, this regulation is predicted to be a "toothless tiger" in responding to the seriousness of controlling the circulation of cigarettes in the market. As its form of institutional BPOM, the legal product that will be used to realize the ban on the sale of cigarettes is the BPOM Regulation. Theoretically, BPOM regulations cannot contain criminal sanctions. This makes the enforcement of sanctions against the rules of violators less effective because it negates the deterrent effect caused by criminal sanctions. The possibility of arrangement sanctions against the policy discourse on the prohibition of retail sale of cigarettes is only limited to administrative sanctions. The enforcement of administrative sanctions also encounters other obstacles where BPOM will find it difficult to directly impose administrative sanctions considering that the authority for trading facilities permits is not issued by BPOM. Finally, BPOM will only issue recommendations instead of imposing administrative sanctions. The problems in this research are, first, how is the institution and role of BPOM in the prohibition of retail sale of cigarettes, and second, how is the construction of sanctions against the policy discourse on the prohibition of retail sale of cigarettes. If the government really intends to control the circulation of cigarettes, the regulation should be regulated with a legal product at the level of an act or by empowering local governments (Pemda). It is hoped that the Regional Government will cooperate with BPOM in the mechanism of imposing sanctions against the ban on the sale of retail cigarettes.
Keywords: Sanctions, Cigarette Sales, BPOM